Kamis, 17 September 2009

KASUS BANK CENTURY

Kasus Bank Century Berisiko Sistemik
Alih Istik Wahyuni - detikFinance


(Foto: Wahyu-detikFinance)
Jakarta - Kasus telat setoran kliring Bank Century minggu lalu memang bukan kasus biasa. Kini setelah Bank Century diambilalih pemerintah melalui LPS, Bank Indonesia dan pelaku perbankan pun membuka kemungkinan bahwa kasus ini akan berdampak sistemik.

Kemungkinan dampak sistemik diutarakan Kepala Ekonom BNI Tony Prasentiantono. Baginya, kasus Bank Century ini akan berisiko sistemik sehingga menyebabkan efek domino ke bank-bank lainnya.

"Ini berisiko sistemik. Bisa saja terjadi efek domino ke bank-bank lain yang lebih besar," katanya ketika dihubungi detikFinance, Jumat (21/11/2008).

Sementara dalam bahan penjelasan Bank Century seperti dikutip dari situs Bank Indonesia, dikatakan bahwa untuk menangani kasus yang dinilai akan berdampak sistemik ini, pemerintah memutuskan untuk menyuntikkan modal sementara sekaligus pergantian manajemen Bank Century.

"Mengingat permasalahan yang dihadapi bank tersebut dinilai memiki dampak sistemik, pemerintah melalui KSSK (Komite Stabilisasi Sektor Keuangan) memutuskan agar LPS melakukan PMS (Penyertaan Modal Sementara) yang disertai dengan penggantian manajemen bank. Melalui upaya tersebut, kondisi bank diharapkan akan segera membaik," demikian penjelasan BI.

Tony menegaskan anggapan kalau risiko sistemik hanya bisa dipicu oleh bank-bank besar sebenarnya sudah tidak berlaku lagi. Pada kondisi seperti ini, bank kecil sekalipun bisa memicu risiko sistemik jika mengalami default.

"Sejauh ini, tampaknya ada anggapan bahwa risiko sistemik hanya terjadi jika yang default adalah bank besar. Saya pikir persepsi ini keliru. Bank kecil jika default juga bisa memicu kejatuhan bank lain," katanya.

Menurut Tony, kejadian seperti ini dipicu karena pemerintah hingga sekarang melakukan blanket guarantee. Karena itu, ia mendorong pemerintah segera melakukan blanket guarantee sebelum jatuh korban lagi.

Selain tiu, ia juga mengusulkan agar pemerintah meminjam dana dari IMF dan Bank Dunia masing-masing US$ 5 miliar agar cadangan devisa yang saat ini sekitar US$ 50 miliar menjadi kembali US$ 60 miliar.

"Ini yang akan membantu confidence, sehingga rupiah tidak terperosok lebih lemah. Ini harus cepat, dan kita tidak punya waktu lagi untuk "mengkaji". Time is now running out. No privilege anymore to think and "mengkaji dulu kebijakan tersebut", supaya market tidak makin nervous," tegasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar